Tiga Miskonsepsi tentang Penilaian Kinerja

January 3, 2018 11:23 pm | Oleh Dale Carnegie Editor
Dale Carnegie > Referensi > Tips > Tips Profesi > Tiga Miskonsepsi tentang Penilaian Kinerja

Penilaian Kinerja (PK) bagi sebagian orang adalah momok yang harus dihadapi setiap tahun. Walaupun merupakan fungsi penting dari sebuah sistem manajemen sumber daya manusia, penilaian kinerja sering dipandang sebagai area yang paling bermasalah dan paling dihindari oleh para manajer (Kondrasuk, 2011, p. 57).

Ada 3 miskonsepsi yang berkontribusi pada timbulnya persepsi itu.

1. Penilaian Kinerja adalah Kegiatan setahun sekali.

Menganggap PK sebagai kegiatan tahunan membuat atasan cenderung menunggu sampai mendekati waktu appraisal untuk menilai pekerjaan bawahannya. Akibatnya penilaian bisa cenderung lebih berat pada pekerjaan atau proyek terdekat yang diselesaikan, dan tidak merata sepanjang tahun.

Akan lebih baik apabila atasan mengambil waktu secara periodik sepanjang tahun untuk mendiskusikan perkembangan kinerja bawahan tanpa perlu menunggu waktu formal penilaian kinerja dari perusahaan. Misalnya pertemuan setiap dua atau tiga bulan sekali untuk membahas hasil yang telah dicapai, target pekerjaan yang masih harus diselesaikan, dan solusi untuk kendala yang dihadapi oleh bawahan.

Pertemuan periodik ini akan memungkinkan atasan menilai kinerja secara lebih merata, dan memberikan masukan yang lebih tepat waktu untuk memastikan bawahan mencapai sasaran kerjanya.

2. Tujuan Penilaian Kinerja adalah menilai hasil.

Adalah penting bagi atasan untuk memastikan sasaran kerja tiap anggota departemennya tercapai. Di sisi lain, fokus yang terlalu berat pada hasil bisa mengakibatkan anggota tim melakukan segala cara untuk mencapai hasil yang diminta.

Seorang eksekutif merasa telah berhasil membalikkan sebuah operasi dari rugi menjadi menguntungkan, sehingga ia merasa layak untuk mendapatkan promosi. Namun presiden perusahaan itu tidak sependapat. Eksekutif tadi mencapai laba dengan upaya pribadinya dan menonjolkan kemampuannya. Bahkan dia sengaja mengganti orang-orang yang bagus di operasi itu dengan personil lain yang lebih patuh kepadanya. Akibat tindakannya, secara organisasi operasi justru menjadi lebih lemah. (Levinson, 1976)

Penilaian kinerja yang imbang menilai seseorang dari sisi hasil, dan dari sisi perilaku yang menimbulkan hasil tersebut. Apakah dalam mencapai hasil itu dia berjalan dalam koridor aturan yang berlaku? Apakah dia mempercayakan tugas pada timnya? Apakah dia mencapainya karena keberuntungan? Apakah kinerjanya konsisten?

3. Penilaian Kinerja adalah proses satu arah.

Sebuah laboratorium riset Angkatan Udara Amerika Serikat mengadakan eksperimen ekstrim mengenai manajemen kinerja. Sebelumnya, tiap ilmuwan mendapat tugas dari supervisornya, dan menyepakati serangkaian elemen kerja yang harus dicapai sepanjang periode penilaian. Tentu saja si atasan akan memberikan tugas yang dianggap akan dapat diselesaikan dengan baik oleh tiap orang, berdasarkan catatan kerjanya di masa lampau. Akibatnya setiap tahun semua personil membuahkan nilai PK yang sangat memuaskan.

Mereka kemudian mencoba memberikan kesempatan kepada setiap personil untuk mengambil tugas sebanyak yang mereka rasa mereka mampu tangani. Hasilnya, setiap personil mengambil tugas terberat yang mereka dapat lakukan secara kompeten, sehingga perbedaan kemampuan setiap orang menjadi lebih kentara dibandingkan sebelumnya. (Grote, 2000)

Dalam penilaian kinerja, atasan dapat memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkontribusi pada perumusan penilaian kinerja di periode berikutnya. Misalnya dengan meminta masukan bawahan terhadap proses kerja di departemennya, untuk memilih tugas yang lebih menantang, atau dengan memintanya merumuskan sendiri strategi pencapaian sasaran kinerja. Memberikan otonomi kepada karyawan akan membuat mereka merasa lebih menikmati pekerjaan mereka, dan merasa pekerjaan itu menjadi lebih menarik. (Halvorson, 2011)

Proses yang lebih periodik, lebih holistik dan lebih partisipatif dapat membuat Penilaian Kinerja menjadi suatu kesempatan bagi manajer untuk mengembangkan bawahan dan memotivasi mereka.

Referensi

Grote, D. (2000, Jan-Feb). Performance Appraisal Reappraised. Harvard Business Review.
Halvorson, H. G. (2011, Sep). How to Give Employees A Sense of Autonomy (When You Are Really Calling the Shots). Forbes.
Kondrasuk, J. N. (2011). So What Would an Ideal Performance Appraisal Look Like? Journal of Applied Business and Economics, 57-71.
Levinson, H. (1976, Jul). Appraisal of What Performance? Harvard Business Review.


Tentang Penulis

Stephen Siregar
Penulis saat ini berperan sebagai Area Director untuk wilayah Jakarta dari PT Dasindo Media, pemegang tunggal lisensi dari Dale Carnegie Training® di Indonesia, dan sebagai Trainer berlisensi dari Dale Carnegie & Associates, Inc.

Jakarta & Head Office

Jl. Paus No. 84 A
Jakarta Timur 13220
Phone: 021-489 2737
Fax: 021-489 6926


Send this to a friend
Silahkan mengisi form untuk mengunduh
NAMA
PERUSAHAAN
KOTA
TELEPON
E-MAIL
Informasi anda tidak akan diberikan kepada pihak lain.
Silahkan mengisi form untuk mengunduh
NAMA
Hadir di Leadership series kota:
E-MAIL
Informasi anda tidak akan diberikan kepada pihak lain.
Silahkan mengisi form untuk mengunduh
NAMA
PERUSAHAAN
KOTA
TELEPON
E-MAIL
Informasi anda tidak akan diberikan kepada pihak lain.
Silahkan mengisi form untuk mengunduh
NAMA
PERUSAHAAN
KOTA
TELEPON
E-MAIL
Informasi anda tidak akan diberikan kepada pihak lain.
Read previous post:
Visionary Leadership

Oleh: Andrianto Kastin – Dale Carnegie Training Bandung Ada seorang pemuda yang hidup di kota Thal, Austria. Suatu hari pemuda...

Close